Rabu, 22 Agustus 2012

askep hipospadia


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
      Hipospadia berasal dari bahasa yunani, yaitu Hypo (bawah) dan Spaden (keratan yang panjang). Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak dibagian bawah dekat pangkal penis (Ngastiyah, 2005 : 288). Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkat defisiensi uretra. Jaringan fibrosis yang menyebabkan chordee menggantikan fescia bucks dan tunika dartos. Kulit dan preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan membentuk kerudung dorsal diatas glans (Duckett, 1986, Mc Aninch, 1992).
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000 menurut kelompok umur dan jenis kelamin usia 0–4 tahun yaitu 10.295.701 anak yang menderita hipospadia dan sekitar 29 ribu anak memerlukan penanganan repair hipospadia. Di sulawesi Tengah menurut data dinas kesehatan tahun 2011 terdapat 760 anak menderita hipospadia 210 anak diantaranya terdapat di kabupaten Banggai.
Penyebab dari hipospadia ini sangat multifaktor antara lain disebabkan oleh gangguan dan ketidak seimbangan hormon, genetika, dan lingkungan. Gangguan hormon yang dimaksud adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Sedangkan dari faktor genetika, dapat terjadi karena gagalnya sintesis androgen sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Dan untuk faktor lingkungan adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak dilakukan dengan prosedur pembedahan. Tujuan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan. Umumnya di Indonesia banyak terjadi kasus hipospadia karena kurangnya pengetahuan para bidan saat menangani kelahiran karena seharusnya anak yang lahir itu laki-laki namun karena melihat lubang kencingnya dibawah maka dibilang anak itu perempuan. Para orang tua hendaknya menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipospadia dan mendeteksi secara dini kelainan pada anak mereka sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat.
B.     Rumusan masalah
      Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah ‘’Bagaimanakah penerapan Asuhan keperawatan pada  Anak dengan diagnosa medis Hipospadia ?”
C.     Tujuan penelitian
a)         Tujuan umum
Perwat mampu memahami dan dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan hipospadia.
b)        Tujuan khusus
1.    Untuk mengetahui konsep dasar hipospadia.
2.    Mampu menyusun asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan kasus hipospadia.
D.    Manfaat penelitian
a.     Bagi Penulis
a)         Penulis dapat memberikan asuhan keperawatan pada penderita hipospadia
b)        Menambah wawasan dan pengetahuan dalam penyusunan karya tulis ilmiah
c)         Mengembangkan pola pikir penulis dalam menerapkan teori dengan praktek dilahan, khususnya tentang hipospadia
b.      Bagi Instansi Pendidikan
a)         Sebagai sumber kepustakaan bagi mahasiswa
b)         Sebagai tolak ukur dalam keberhasilan proses belajar mengajar
c)         Sebagai masukkan bagi institusi pendidikan tentang permasalahan yang timbul dan penanganannya.
c.       Bagi Rumah Sakit
      Dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan penanganan hipospadia pada anak.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Konsep dasar Hipospadia
a.         Pengertian
      Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374). Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257). Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288). Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah antara kemaluan dan anus ). ( Davis Hull, 1994 ). Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaannya harus dilakukan oleh mereka yang betul - betul ahli supaya mendapatkan hasil yang memuaskan. 


b.         Etiologi
       Penyebab sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
a)    Gangguan dan ketidak seimbangan hormon
      Hormon yang dimaksud disini adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena reseptor hormon androgennya sendiri didalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enjim yang berperan dalam sintetis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
b)   Genetika
                  Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
c)    Lingkungan
                  Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.

c.         Patofisiologi
      Fusi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya diperineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari penis.
d.        Manifestasi klinis
a)    Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah    penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.
b)   Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
c)    Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
d)   Kulit penis bagian bawah sangat tipis.
e)    Tunika dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
f)    Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
g)   Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
h)   Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
i)      Kadang disertai kelainan kongenital pada ginjal.
e.         Klasifikasi
      Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
a)    Tipe sederhana/ Tipe anterior
      Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
b)    Tipe penil/ Tipe Middle
      Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.

c)    Tipe Posterior
      Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
f.          Pemeriksaan Diagnostik
      Pemeriksaan diagnostik berupa pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal.
g.         Tindakan Pembedahan
Tujuan pembedahan :
a)    Membuat normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta
b)    Perbaikan untuk kosmetik pada penis.
      Ada banyak variasi teknik, yang populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan Devine.
1. Teknik tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
1). Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit penis
2). Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra (saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah. Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.Mengingat pentingnya preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.
h.         Komplikasi
      Komplikasi dari hypospadia yaitu Infertility, Resiko hernia inguinalis,Gangguan psikososial.
i.           Penatalaksanaan
      Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee, membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (Uretroplasti), untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik), pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada hipospadia glanular uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI (meatal advance and glanuloplasty), termasuk preputium plasty).
j.           Prognosis
      Dengan perbaikan pada prosedur anastesi, alat jahitan, balutan, dan antibiotik yang ada sekarang, operasi hipospadia telah menjadi operasi yang cukup sukses dilakukan. Hasil yang fungsional dari koreksi hipospadia secara keseluruhan sukses diperoleh, insidens fistula atau stenosis berkurang, dan lama perawatan rumah sakit serta prognosis juga lebih baik untuk perbaikan hipospadia.
B.     Konsep dasar manajemen keperawatan
      Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/ keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang sequensial dan berhubungan : pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Nursalam, 2001; 2).
      Proses keperawatan adalah satu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memungkinkan seorang perawat untuk mengorganisir dan memberikan asuhan keperawatan. Proses keperawatan merupakan suatu elemen dari pemikiran Kritis yang memperbolehkan perawat untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan yang didasarkan atas pertimbangan. Suatu proses adalah satu rangkaian dari langkah-langkah atau komponen-komponen petunjuk / penentu untuk mencapai tujuan. Tiga karakteristik dari suatu proses adalah Purpose, Organization dan Creativity (Bevis,1978). “Purpose” adalah tujuan atau maksud yang spesifik dari proses. Proses keperawatan digunakan untuk mendiagnosa dan merawat respon manusia pada kondisi sehat dan sakit. (American Nurses Association,1980). “Organization” adalah tahapan atau langkah-langkah atau komponen-komponen yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Proses keperawatan mengandung 5 langkah : Pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. “Creativity” adalah pengembangan lanjut dari proses itu. Proses keperawatan dinamis dan berlanjut terus menerus. ( Potter Perry, 1997 : 103 )
      Asuhan Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah mengidentifikasikan proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah.(Doenges, 1999 ; dikutip dari Shore,1998).
      Dalam melakukan asuhan keperawatan terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh.  Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Pengkajian
      Merupakan tahapan awal dari proses keperawatan yang merupakan dasar dari kegiatan selanjutnya, yang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sistematis dalam mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan klien sesuai dengan masalah yang ada.
Tahap pengkajian adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta mempelajari cacatan lain tentang status kesehatan klien.
       Dalam tahap ini akan dikumpulkan identitas klien, riwayat kesehatan, riwayat kesehatan keluarga, riwayat psikososial, pola-pola fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
a)         Riwayat kesehatan meliputi riwayat penyakit dahulu yang terdiri dari riwayat masuk rumah sakit, penyakit yang diderita, riwayat alergi dan obat-obatan yang sering digunakan. Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama dari klien seperti sesak, batuk, demam, nyeri abdomen, berkeringat serta sejak kapan gejala-gejala tersebut timbul.
b)        Riwayat keluarga meliputi penyakit yang pernah diderita anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan kondisi klien, riwayat penyakit keturunan seperti asma, DM, penyakit jantung dan genogram keluarga klien.
c)         Riwayat psikososial menyatakan tingkat perasaan/ emosi klien dan keberadaan klien dalam keluarga.
d)        Pada pola-pola fungsi kesehatan meliputi keadaan nutrisi seperti adanya alergi terhadap makanan, berat badan tidak sesuai dengan tinggi badan, apakah ada muntah, mual dan nyeri abdomen. Pola eliminasi seperti kesulitan miksi dan frekuensinya. Pola tidur yang meliputi lamanya tidur, apakah susah tidur akibat sesak. Pola aktifitas seperti sesak waktu beraktifitas.
b.         Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok di mana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Carpenito, 2000; 53).
a) Tujuan diagnosa keperawatan adalah untuk mengidentifikasi :
1.      Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit.
2.      Faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah.
3.      Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah.
b)   Langkah-langkah dalam diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi :
1.      Klasifikasi dan analisa data
2.      Interpretasi data
3.      Validasi data
4.      Perumusan diagnosa keperawatan (Nursalam, 2001; 36)
Diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi 5 kategori: aktual, resiko, kemungkinan, keperawatan wellnes, keperawatan sindrom. (Carpenito, 2000; 55)
c)    Perencanaan
      Perencanaan merupakan pengembangan strategi desain untuk  mencegah, mengurangi, mengoreksi, masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi.
     Ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam langkah-langkah penyusunan perencanaan yaitu : menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi. (Nursalam, 2001; 41)
Untuk menentukan prioritas ada dua hirarki yang dapat digunakan yaitu :
1.        Hirarki “Maslow”, membagi kebutuhan dalam lima tahap yaitu : kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualisasi.
1)      Kebutuhan fisiologis (physiological need) yang merupakan kebutuhan pokok utama.
Misalnya   :   udara segar O2, air (H2O), cairan elektrolit, makan dan seks.
2)      Kebutuhan akan rasa aman (safety need)
Misalnya   :   rasa aman terhindar dari penyakit, gangguan pencurian, perlindungan hukum.
3)      Kebutuhan mencintai dan dicintai (love need)
Misalnya   :   mendambakan kasih sayang, ingin dicintai/diterima oleh kelompok.
4)      Kebutuhan harga diri (esteem need)
Misalnya   :   ingin dihargai/ menghargai : adanya respek dari orang lain, toleransi dalam hidup berdampingan.
5)      Kebutuhan aktualisasi diri (elf actualization needs)
Misalnya   :   ingin diakui/ dipuja, ingin berhasil, ingin lebih menonjol lebih dari orang lain.
2.        Hiraki “Kalish”, menjelaskan kebutuhan Maslow lebih mendalam dengan membagi kebutuhan fisiologi menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup dan stimulasi (Nursalam, 2001; 42).
d)   Pelaksanaan
      Pelaksanaan tindakan perawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. (Iyer, et.al, 1996; dikutip dari Nursalam, 2001; 53)
                  Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh karena itu pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat urgen, urgen dan tidak urgen (non urgen).
                  Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu: persiapan, perencanaan dan pendokumentasian. (Griffith, 1986; dikutip dari Nursalam, 2001; 53).
1.        Fase Persiapan meliputi :
1)   Review antisipasi tindakan keperawatan
2)  Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
3)   Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
4)   Persiapan alat (resources)
5)   Persiapan lingkungan yang kondusif
6)   Mengidentifikasi aspek hukum dan etik
2.        Fase Intervensi terdiri atas :
1)   Independen : tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau tim kesehatan lainnya.
2)   Interdependen : tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan kesehatan lainnya (gizi, dokter, laboratorium dan lain-lain).
3)   Dependen : berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis dilakukan.
3.        Fase Dokumentasi
      Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan. Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan Asma Bronkial, perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi, konselor dan pencatat/ penghimpun data.

e)     Evaluasi
      Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang digunakan sebagai alat untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang diinginkan.
Ada empat yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu :
1.   Masalah teratasi seluruhnya.
2.   Masalah teratasi sebagian.
3.   Masalah tidak teratasi.
4.   Timbul masalah baru.
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. (Ignatavicius dan Bayne, 1994; dikutip dari Nursalam, 2001; 71).
                        Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan melalui standar yang telah ditentukan sebelumnya.
C.     Asuhan keperawatan teoritis hipospadia
a.    Pengkajian
a)      Kaji biodata pasien
b)      Kaji keluhan utama
c)      Kaji riwayat kesehatan
d)     Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil
b.    Pemeriksaan fisik
a)         Pemeriksaan genetalia
b)        Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria atau pembesaran pada ginjal.
c)         Kaji fungsi perkemihan
d)        Adanya lekukan pada ujung penis
e)         Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
f)         Terbukanya uretra pada ventral
g)        Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis, perdarahan, dysuria, drinage.
c.    Mental
a)         Sikap pasien sewaktu diperiksa
b)        Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c)         Tingkat kecemasan
d)        Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien
d.   Diagnosa Keperawatan
a)         Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan diagnosa, prosedur pembedahan dan perawatan setelah operasi.
b)        Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter.
c)         Nyeri berhubungan dengan pembedahan
d)        Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan
e)         Risiko injuri berhubungan dengan pemasangan kateter atau pengangkatan kateter
e.    Intervensi
a)         Diagnosa 1 dan 4
Tujuan : memberikan pengajaran dan penjelasan pada orang tua sebelum operasi tentang prosedur pembedahan, perawatan setelah operasi, pengukuran tanda-tanda vital, dan pemasangan kateter.
1). Kaji tingkat pemahaman orang tua.
2). Gunakan gambar-gambar atau boneka untuk menjelaskan prosedur, pemasangan kateter menetap, mempertahankan kateter, dan perawatan kateter, pengosongan kantong urin, keamanan kateter, monitor urine, warna dan kejernihan, dan perdarahan.
3). Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan, efek samping dan dosis serta waktu pemberian.
4). Ajarkan untuk ekspresi perasaan dan perhatian tentang kelainan pada penis.
5). Ajarkan orang tua untuk berpartisipasi dalam perawatan sebelum dan sesudah operasi (pre dan post)
b)        Diagnosa 2
Tujuan : mencegah infeksi
1.        Pemberian air minum yang adekuat
2.        Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran)
3.        Kaji gaya gravitasi urine atau berat jenis urine
4.        Monitor tanda-tanda vital
5.        Kaji urine, drainage, purulen, bau, warna
6.        Gunakan teknik aseptik untuk perawatan kateter
7.        Pemberian antibiotik sesuai program
c)         Diagnosa 3
Tujuan : meningkatkan rasa nyaman
1.        Pemberian analgetik sesuai program
2.        Perhtikan setiap saat yaitu posisi kateter tetap atau tidak
3.        Monitor adanya “kink-kink” (tekukan pada kateter) atau kemacetan
4.        Pengaturan posisi tidur anak sesuai kebutuhannya
d)        Diagnosa 5
Tujuan : mencegah injuri
1.        Pastikan kateter pada anak terbalut dengan benar dan tidak lepas
2.        Gunakan “restrain” atau pengaman yang tepat pada saat anak tidur atau gelisah.
3.        Hindari alat-alat tenun atau yang lainnya yang dapat mengkontaminasi kateter dan penis.
f.     Perencanaan pemulangan
a)         Ajarkan tentang perawatan kateter dan pencegahan infeksi dengan disimulasikan.
b)        Jelaskan tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan lapor segera ke dokter atau perawat.
c)         Jelaskan pemberian obat antibiotik dan tekankan untuk kontrol ulang (follow up).




g.    Kerangka pikir

PENGKAJIAN

DIAGNOSA

PERENCANAN

IMPLEMENTASI

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT HIPOSPADIA

EVALUASI

KETERANGAN
      Kerangka pikir
                       

                                       



                                                                             VARIABEL YANG DITELITI



























BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.      Metode Penelitian
      Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus yaitu mengeksplorasi secara mendalam dan spesifik tentang kejadian tertentu dengan mengangkat satu kasus yang diteliti sebagai asuhan keperawatan pada klien dengan Hipospadia.
B.       Lokasi dan waktu pengambilan kasus
1.    Lokasi penelitian
      Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis melakukan askep pada anak dengan Hipospadia dari Ruang Anak RSUD Luwuk Kab. Banggai.
2.    Waktu Penelitian
      Penulisan studi kasus ini dibuat dari mulai tanggal 6 Juni 2012 s.d tanggal 19 juni 2012.
C.       Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1.      Pengertian Variabel menurut teori
      Variabel adalah kejadian, fenomena, faktor yang bervariasi atau yang mempunyai nilai yang berbeda (dapat diukur). Karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke subyek yang lain.
2.      Definisi Operasional kasus yang di teliti
a.    Pengkajian
      Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
b.    Menganalisa data
      Menganalisa data  adalah kemampuan kognitif dalam pengembangan daya pikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman dan pengertian keperawatan.
c.    Diagnosa
      Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat.
d.   Intervensi
      Intervensi keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang akan dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.
e.    Implementasi
      Implementasi keperawatan atau tindakan adalah pelaksanaan dari rencana keperawatan yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal dan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan asuhan keperawatan.
f.     Evaluasi
      Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai.
g.    Pendokumentasian SOAP
Definisi      :    Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
Alat ukur    :    Format pengkajian
Cara ukur   :    Observasi langsung, wawancara, dan rekam medik.
D.      Teknik Pengumpulan Data
      Dalam penyusunan penelitian ini untuk memperoleh data dan bahan lainnya penulis menggunakan beberapa metode yaitu :
a.    Data primer (data yang di ambil langsung pada pasien)
      Data primer adalah data yang diperoleh melalui observasi langsung dari responden dengan cara : wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.



1.    Wawancara / interview
Wawancara adalah tanya jawab antara peneliti dan pihak-pihak yang terlibat seperti klien dan tim kesehatan lainnya seperti dokter, perawat, bidan untuk memperoleh data yang dibutuhkan.
2.    Observasi
Adalah pengamatan secara cermat untuk mengetahui secara langsung keadaan pasien dengan kasus Hipospadia.
3.    Pemeriksaan fisik
a)    Pemeriksaan fisik umum
Pengkajian secara menyeluruh meliputi pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
b)   Pemeriksaan fisik khusus
Berhubungan dengan pemeriksaan yang berindikasi kasus Hipospadia.
4.    Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan X-ray)
b.    Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui catatan ruangan Anak dan rekam medik Rumah sakit.
E.       Pengolahan data Penyajian data
      Pengolahan data menggunakan metode pendekatan manajemen asuhan keperawatan untuk membantu pemecahan masalah klien melalui 5 langkah yang didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
McCloskey, Joanne C. (1996). Nursing interventions classification (NIC). Mosby
Johnson, Marion dkk. (2000). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby
http://photos1.blogger.com/blogger/4603/1833/1600/op.jpg
http://ners-blog.blogspot.com/2011/03/hipospadia.html









Tidak ada komentar:

Posting Komentar