BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hipertensi merupakan kelainan pada sistem kardiovaskuler
yang masih menjadi beban kesehatan di masyarakat global karena pravalensinya
yang tinggi. Data dari The National Heart
and Nutrition
Examination Survey (NHNES) dalam dua dekade terakhir
menunjukkan peningkatan insiden hipertensi pada orang dewasa di Amerika sebesar
29-31%. Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di
Amerika Serikat (Yogiantoro,2006).
Hipertensi
dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer. Berbagai faktor yang
mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer dapat mempengaruhi tekanan darah
seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stres, obesitas, jenis
kelamin, usia, dan kebiasaan merokok. Mekanisme terjadinya hipertensi yaitu
melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I converting enzyme (ACE).
(Mang trie kaccau, 2012).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2008
menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi mengidap
hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Di Indonesia Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992 mendapatkan bahwa penyakit jantung dan
pembuluh darah merupakan penyebab kematian kedua (16,6 per 1000 kematian), dan
pada SKRT 1995 prevalensi hipertensi adalah 83 % per 1000 anggota rumah tangga.
Ini lebih banyak perempuan dari pada pria dan menjadi penyebab pertama kematian
di Indonesia (Utama, 2008).
Di
Indonesia, sampai saat ini memang belum ada data yang bersifat nasional, multisenter,
yang dapat menggambarkan prevelensi lengkap mengenai hipertensi. Namun beberapa
sumber, yakni Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi
hipertensi di Indonesia pada orang yang berusia di atas 35 tahun adalah lebih
dari 15,6%. Survei faktor resiko penyakit kardiovaskular (PKV) oleh proyek WHO
di Jakarta, menunjukkan angka prevalensi hipertensi dengan tekanan darah 160/90
masing-masing pada pria adalah 13,6% (1988), 16,5% (1993), dan 12,1% (2000).
Pada wanita, angka prevalensi mencapai 16% (1988), 17% (1993), dan 12,2%
(2000). Secara umum, prevalensi hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun
berkisar antara 15%-20% (Depkes, 2010).
Dari data dinas
kesehatan provinsi sulawesi tengah pada tahun 2010, di Sulawesi Tengah hipertensi menduduki
urutan ke tiga dari 10 kasus rawat inap di rumah sakit yaitu sebanyak 424 kasus
(9,10%) dan urutan ke empat dalam 10 penyebab kematian
yaitu 10,99% (Profil Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah, 2011). Berdasarkan
data dinas kabupaten banggai dari 10 provinsi di Indonesia tahun 2006 bahwa
penyakit hipertensi (38,8%). (Profil Dinkes Kabupaten Banggai, 2008)
Dari
data Badan Rumah Sakit Daerah Luwuk Ruang Anggrek pada bulan Februari 2012
terdapat 29 kasus, bulan Maret 31 kasus, bulan April 26 kasus, bulan Mei 24 kasus,
bulan Juni 20 kasus, dan bulan juli 11 kasus, total kasus hipertensi di ruang
Anggrek BRSD Luwuk sejak bulan Februari 2012 sampai dengan Juli 2012 yaitu
sebanyak 141 kasus.
Dampak
penyakit hipertensi berkembang dari tahun ke tahun dan membuahkan banyak
komplikasi. Hipertensi adalah faktor resiko utama pada penyakit jantung,
serebral (otak), renal (ginjal), dan vas-kular (pembuluh darah) dengan
komplikasi berupa ’’infark miokard’’ (serangan jantung), gagal jantung,
stroke (serangan otak), gagal ginjal dan penyakit vaskular perifer. Selain itu,
tekanan darah tinggi juga berpengaruh terhadap pembuluh darah koroner di
jantung berupa terbentuknya plak (timbunan) aterosklerosis yang dapat
mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah dan menghasilkan serangan jantung (heart
attack) (Djoko Merdikoputro, 2011).
Angka mordibitas
pasien hipertensi terus meningkat dari tahun ketahun.
Karena begitu besarnya kasus hipertensi, dalam menanganinya
tidak hanya intervensi medis yang perlu dilakukan, akan tetapi intervensi keperawatan
dengan penerapan asuhan keperawatan pada hipertensi yang bertujuan menurukan
tekanan darah dan pemeliharaan tekanan pada tingkat normal sehingga dapat
menurunkan angka modibitas. Hal ini termasuk program pemeliharaan kesehatan
pada hipertensi, pembatasan diet yang ketat disamping intervensi
farmakologi dengan diuretik atau obat anti hipertensi (Zukhair & Ali, 2008).
Berdasarkan latar belakang
tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Asuhan
Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskukler “ HIPERTENSI
” di Ruangan Anggrek Badan Rumah Sakit Daerah Luwuk.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah pada penelitian ini adalah merujuk pada permasalahan di atas
yakni: “bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
sistem kardiovaskuler “hipertensi” di Ruangan Anggrek Badan Rumah Sakit Daerah
Luwuk ?
C.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan
Umum
Untuk
mengetahui dan menerapkan penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan kardiovaskuler “hipertensi” di Ruangan Anggrek Badan Rumah Sakit Daerah
Luwuk tahun 2012.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan
karya tulis ini supaya penulis mampu :
a.
Untuk mengetahui konsep dasar hipertensi.
b.
Untuk mengetahui cara mengumpulkan,
mengkaji dan menganalisa data-data klien.
c.
Untuk mengetahui cara menentukan diagnosa keperawatan dan memprioritaskan masalah sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar
manusia pada klien hipertensi.
d.
Untuk mengetahui cara menentukan rencana tindakan keperawatan
pada klien dengan hipertensi.
e.
Untuk mengetahui cara mengimplementasikan rencana tindakan
keperawatan yang telah disusun dalam bentuk pelaksanaan tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan.
f.
Untuk mengetahui cara mengevaluasi hasil tindakan yang telah
ditetapkan pada klien dengan hipertensi.
g.
Untuk mengetahui cara
pendokumentasian.
C. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Proposal ini di harapkan dapat memberikan
informasi mengenai Hipertensi
pada masyarakat umum sehingga masyarakat
dapat lebih waspada terhadap penyebab dan faktor resiko yang berhubungan dengan
penyakit ini sehingga dapat mencegah terjadinya Hipertensi.
2.
Manfaat praktis
a. Bagi Perawat atau Profesi
Sebagai
bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya tenaga perawat dalam rangka
meningkatkan mutu pemberian asuhan keperawatan.
b. Bagi instansi Pendidikan
Sebagai
bahan acuan bagi pengembangan kurikulum pendidikan kesehatan agar pendidikan
senantiasa peka terhadap kenyataan yang ada di lapangan.
c. Bagi Peneliti
Hasil
penelitian ini diharapkan menjadi pengalaman yang berharga bagi peneliti
khususnya dalam meningkatkan wawasan dalam bidang penelitian.
E.
METODE PENULISAN DAN PENGUMPULAN DATA
Adapun metode penulisan yang digunakan oleh penulis
yaitu :
1. Observasi
Mengobservasi
tanda dan gejala yang dialami klien dan observasi keberhasilan standard asuhan
keperawatan yang diberikan.
2. Wawancara
Pengkajian
dalam rangka pengumpulan data dilakukan terhadap klien, keluarga, serta perawat
ruangan.
3. Studi
kasus
Melakukan
asuhan keperawatan secara langsung pada seorang klien dengan dengan gangguan sistem
kardiovaskuler “hipertensi” di ruangan Anggrek Badan Rumah Sakit Daerah Luwuk.
4. Studi
perpustakaan
Dengan
mempelajari beberapa buku yang berhubungan dengan hipertensi termasuk bahan –
bahan perkuliahan agar makalah ini mempunyai nilai ilmiah untuk dipertahankan.
Cara
yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dan dokumentasi.
F. LOKASI DAN WAKTU
Tempat penelitian dilakukan di ruang perawatan
Anggrek Badan Rumah Sakit Daerah Luwuk Kabupaten Banggai, dimulai pada tanggal
04 september - 16 september 2012.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
TINJAUAN
TEORI MEDIS
1.
Definisi
Hipertensi
adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg
atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau lebih (Barbara Hearrison).
Hipertensi
adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan
tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, ).
Hipertensi adalah tekanan yang lebih tinggi dari
140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya. Mempunyai rentang
dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna (Doengoes, 2000 :
39).
Hipertensi
adalah tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan hipertensi
adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan
darah (Mansjoer,2000 : 144)
2.
Anatomi
a. Jantung
Jantung
berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas kanannya
terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis kelima kiri
pada linea midclavicular. Pada bagian atas jantung berhubungan dengan pembuluh
darah besar, bagian bawah berhubungan dengan diafragma, pada setiap sisi
berhubungan dengan paru, dan bagian belakang berhubungan dengan aorta
desendens, esophagus. (Gibson, John. 2002).
b.
Arteri
Arteri
adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringadan organ. Arteri
terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan
elastin/otot: aorta dan cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang
terdiri dari jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri
yang lebih kecil memiliki lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang
disampaikan pada suatu organ). (Gibson, John. 2000).
c.
Arteriol
Arteriol
adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot
dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter
pembuluh darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ
berkurang. Bila terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat. (Gibson,
John. 2002).
d.
Vena dan Venul
Venul
adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh gabungan
venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna satu
sama lain.
(Gibson, John. 2002).
(Gibson, John. 2002).
3.
Etiologi/Penyebab
Pada
umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi
sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi ( Lany
Gunawan, 2001 )
a. Genetik:
Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport Na.
b. Obesitas:
terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah
meningkat.
c. Stres
karena lingkungan.
d. Hilangnya
Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada orang tua serta pelebaran
pembuluh darah.
Hipertensi
berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu
hipertensi primer yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, dan
hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain ( Lany
Gunawan, 2001 ).
Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Faktor
keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa
seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi
jika orang tuanya adalah penderita hipertensi.
b. Ciri
perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur, jenis kelamin, dan ras.
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur, jenis kelamin, dan ras.
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah menkonsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr), kegemukan, stress, merokok, dan minum alkohol.
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah menkonsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr), kegemukan, stress, merokok, dan minum alkohol.
4.
PATOFISIOLOGI
Mekanisme
yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis keluar dari kolumna medulla
spinalis ke ganglia simpatisdi toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai ketakutan dan kecemasan dapat mempengaruhi respons
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstroktor. Individu dengan hipertensi
sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi (Smeltzer, Bare, 2002).
Pada
saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstroksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatkan pelepasan renin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan peningkatan
volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi (Brunner & Suddarth, 2002)
5.
MANIFESTASI KLINIS
Peninggian tekanan darah
kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Gejala lain yang sering ditemukan
adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di
tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing (Mansjoer, 2000).
Gejala
lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah,
sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, dan tengkuk terasa
pegal (Novianti, 2006).
6.
KLASIFIKASI
Secara klinis derajat hipertensi dapat
dikelompokkan sesuai dengan rekomendasi dari “The Sixth Report of The Join
National Committee, Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure
“ (JNC – VI, 1997) sebagai berikut :
Tabel 2.1
Klasifikasi derajat Hipertensi
No
|
Kategori
|
Sistolik(mmHg)
|
Diastolik(mmHg)
|
1.
|
Optimal
|
<120
|
<80 span="">
|
2.
|
Normal
|
120
– 129
|
80
– 84
|
3.
|
High
Normal
|
130
– 139
|
85
– 89
|
4.
|
Hipertensi
|
||
Grade
1 (ringan)
|
140
– 159
|
90
– 99
|
|
Grade
2 (sedang)
|
160
– 179
|
100
– 109
|
|
Grade 3 (berat)
|
180 – 209
|
100 – 119
|
|
Grade
4 (sangat berat)
|
>210
|
>120
|
(JNC – VI, 1997)
7.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang rutin pada hipertensi
bertujuan mendeteksi penyakit yang bisa diobati (biasanya ginjal), dan menilai
fungsi jantung serta ginjal. Semua pasien memerlukan pemeriksaan EKG untuk
menilai ukuran ventrikel kiri, dan jika abnormal periksa rontgen toraks.
Pemeriksaan urinalisis, darah, ureum, dan elektrolit (David rubenstein, 2005).
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu seperti
klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, dan kolesterol LDL
(Mansjoer, 2000).
8.
PENATALAKSANAAN
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis, termasuk penurunan
berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan tembakau, latihan, olahraga secara
teratur, diit dan relaksasi merupakan penatalaksanaan keperawatan wajib yang
harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi (Suryati, dikutip dalam
Rogen, 2005, p.33).
Apabila
penderita hipertensi ringan berada dalam resiko tinggi (pris, perokok) atau
bila tekanan darah diastoliknya menetap, di atas 85 atau 95 mmHg dan
sistoliknya di atas 130 sampai 139 mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan.
Algoritma penanganan yang dikeluarkan
oleh Joint National on
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure memungkinkan dokter memilih kelompok obat
yang mempunyai efektivitas tertinggi, efek samping paling kecil, dan penerimaan
serta kepatuhan pasien. Dua kelompok obat tersedia dalam pilihan pertama;
diuretik dan penyekat beta. Apabila pasien dengan hipertensi ringan sudah
terkontrol selama setahun, terapi dapat diturunkan. Agar pasien mematuhi
regimen terapi yang diresepkan, maka harus dicegah dengan pemberian jadwal
terapi obat-obatan yang rumit (Suryati,
dikutip dalam Rogen, 2005, p.33).
9.
KOMPLIKASI
Beberapa
Negara mempunyai pola komplikasi yang berbeda-beda. Di Jepang gangguan serebrovaskular
lebih mencolok dibandingkan dengan kelainan organ yang lain, sedangkan di
Amerika dan Eropa komplikasi jantung ditemukan lebih banyak. Di Indonesia belum
ada data tentang ini, tetapi komplikasi serebrovaskular dan komplikasi jantung
sering ditemukan. Pada hipertensi ringan dan sedang komplikasi yang terjadi
adalah pada mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa pendarahan retina,
gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan (Arjatmo et al., 2001)
B.
TINJAUAN
TEORI (Konsep Asuhan Keperawatan)
1.
Pengkajian Keperawatan
a.
Pengertian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
klien (Nursalam, 2001)..
b.
Fokus Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan tidak sama dengan
pengkajian medis. Pengkajian medis difokuskan pada keadaan patologis, sedangkan
pengkajian keperawatan ditujukan pada respon klien terhadap bebmasalah-masalah
kesehatan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Misalnya
dapatkah klien melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga fokus pengkajian klien
adalah respon klien yang nyata maupun potensial terhadap masalah-masalah aktifitas
harian (Nursalam,
2001).
c.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah pengumpulan
informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan
masalah-masalah, serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan klien.Dari
informasi yang terkumpul, didapatkan data dasar tentang masalah-masalah yang
dihadapi klien. Selanjutnya data dasar tersebut digunakan untuk menentukan
diagnosis keperawatan, merencanakan asuhan keperawatan, serta tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah-masalah klien.Pengumpulan data dimulai
sejak klien masuk ke rumah sakit (initial assessment), selama klien dirawat
secara terus-menerus (ongoing assessment), serta pengkajian ulang untuk
menambah / melengkapi data (re-assessment).
(Nursalam,
2001).
1)
Tipe Data
Tipe
data terdiri dari data Subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien sebagai
suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak
bisa ditentukan oleh perawat, mencakup persepsi, perasaan, ide klien tentang
status kesehatannya. Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan,
frustrasi, mual, perasaan malu. Dan data objektif yaitu data yang dapat
diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan panca indera (lihat,
dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya frekuensi nadi,
pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat kesadaran (Nursalam,
2001).
2)
Karakteristik Data :
a)
Lengkap
Data
yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien yang
adekuat. Misalnya klien tidak mau makan selama 3 hari. Perawat harus mengkaji
lebih dalam mengenai masalah klien tersebut dengan menanyakan hal-hal sebagai
berikut: apakan tidak mau makan karena tidak ada nafsu makan atau disengaja?
Apakah karena adanya perubahan pola makan atau hal-hal yang patologis?
Bagaimana respon klien mengapa tidak mau makan. (Nursalam, 2001).
b)
Akurat dan nyata
Untuk
menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir secara akurat dan nyata
untuk membuktikan benar tidaknya apa yang didengar, dilihat, diamati dan diukur
melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data yang mungkin
meragukan. Apabila perawat merasa kurang jelas atau kurang mengerti terhadap
data yang telah dikumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi dengan perawat
yang lebih mengerti. Misalnya, pada observasi : “klien selalu diam dan sering menutup
mukanya dengan kedua tangannya. Perawat berusaha mengajak klien berkomunikasi,
tetapi klien selalu diam dan tidak menjawab pertanyaan perawat. Selama sehari
klien tidak mau makan makanan yang diberikan”, jika keadaan klien tersebut
ditulis oleh perawat bahwa klien depresi berat, maka hal itu merupakan
perkiraan dari perilaku klien dan bukan data yang aktual. Diperlukan
penyelidikan lebih lanjut untuk menetapkan kondisi klien. Dokumentasikan apa
adanya sesuai yang ditemukan pada saat pengkajian (Nursalam, 2001).
c)
Relevan
Pencatatan
data yang komprehensif biasanya menyebabkan banyak sekali data yang harus
dikumpulkan, sehingga menyita waktu dalam mengidentifikasi. Kondisi seperti ini
bisa diantisipasi dengan membuat data komprehensif tapi singkat dan jelas.
Dengan mencatat data yang relevan sesuai dengan masalah klien, yang merupakan
data fokus terhadap masalah klien dan sesuai dengan situasi khusus (Nursalam,
2001).
3)
Sumber Data
a)
Sumber data primer
Klien adalah
sumber utama data (primer) dan perawat dapat menggali informasi yang sebenarnya
mengenai masalah kesehatan klien (Nursalam, 2001).
b)
Sumber data sekunder
Orang
terdekat, informasi dapat diperoleh melalui orang tua, suami atau istri, anak,
teman klien, jika klien mengalami gangguan keterbatasan dalam berkomunikasi
atau kesadaran yang menurun, misalnya klien bayi atau anak-anak, atau klien
dalam kondisi tidak sadar (Nursalam, 2001).
c)
Sumber data lainnya
Misalnya
Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya, Riwayat penyakit, Konsultasi,
Hasil pemeriksaan diagnostik, Perawat lain dan Kepustakaan (Nursalam, 2001).
4)
Metoda Pengumpulan Data
a)
Wawancara
Wawancara
adalah menanyakan atau membuat tanya-jawab yang berkaitan dengan masalah yang
dihadapi oleh klien, biasa juga disebut dengan anamnesa. Wawancara berlangsung
untuk menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien
dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan (Nursalam, 2001).
b)
Observasi
Observasi
adalah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang
masalah kesehatan dan keperawatan klien. Observasi dilakukan dengan menggunakan
penglihatan dan alat indra lainnya, melalui rabaan, sentuhan dan pendengaran.
Tujuan dari observasi adalah mengumpulkan data tentang masalah yang dihadapi
klien melalui kepekaan alat panca indra (Nursalam,2001).
c)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
fisik dapat dilakukan dengan inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
(Nursalam, 2001).
2. Diagnosa keperawatan
a. Pengertian
Diagnosis
Keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan
masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akontabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga,
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Carpenito,
2000; Gordon, 1976 & NANDA).
b.
Komponen Diagnosis Keperawatan
Rumusan diagnosis keperawatan mengandung tiga komponen
utama, yaitu :
1) Problem (P/masalah), merupakan gambaran
keadaan klien dimana tindakan keperawatan dapat diberikan. Masalah adalah
kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal yang seharusnya tidak terjadi
(Carpenito, 2000).
2) Etiologi (E/penyebab), keadaan ini menunjukkan
penyebab masalah kesehatan yang memberikan arah terhadap terapi keperawatan
Penyebabnya meliputi : perilaku, lingkungan, interaksi antara perilaku dan
lingkungan (Carpenito, 2000).
3)
Sign & symptom
(S/tanda & gejala), adalah ciri, tanda atau gejala, yang merupakan
informasi yang diperlukan untuk merumuskan diagnosis keperawatan (Carpenito,
2000).
c.
Kategori Diagnosis Keperawatan
1)
Diagnosis Keperawatan Aktual
Diagnosis
keperawatan aktual (NANDA) adalah diagnosis yang menyajikan keadaan klinis yang
telah divalidasikan melalui batasan karakteristik mayor yang diidentifikasi
(Nursalam, 2001).
2)
Diagnosis Keperawatan Resiko
Diagnosis
keperawatan resiko adalah keputusan klinis tentang individu, keluarga atau
komunitas yang sangat rentan untuk mengalami masalah dibanding individu atau
kelompok lain pada situasi yang sama atau hampir sama (Nursalam, 2001).
3)
Diagnosis Keperawatan Kemungkinan
Merupakan pernyataan tentang masalah yang diduga
masih memerlukan data tambahan dengan
harapan masih diperlukan untuk memastikan adanya tanda dan gejala utama adanya
faktor resiko (Nursalam, 2001).
4)
Diagnosis Keperawatan Sejahtera
Diagnosis keperawatan sejahtera adalah ketentuan klinis
mengenai individu, kelompok, atau masyarakat dalam transisi dari tingkat
kesehatan khusus ke tingkat kesehatan yang lebih baik (Nursalam, 2001).
3.
Intervensi Keperawatan
a. Pengertian
Apabila rencana keperawatan telah disusun
tentulah ada tahap pelaksanaan tindakan keperawatan dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Nursalam,
2001).
c. Prinsip-Prinsip Intervensi Keperawatan :
1)
Berdasarkan kepada respon klien.
2)
Berdasarkan penggunaan sumber yang tersedia
3)
Meningkatkan kemampuan merawat diri sendiri dan self
reliance.
4)
Sesuai dengan standart praktik keperawatan
5)
Memiliki dasar hukumdan Kerjasama dengan profesi lain
6)
Sesuai dengan tanggung jawab praktek keperawatan
7)
Penekanan pada aspek pencegahan dan peningkatan kesehatan
8)
Menerapkan metode keperawatan yang paling efektif
9)
Mempertimbangkan kebutuhan kesehatan yang esensial
10)
Memperhatikan faktor perubahan lingkungan
11)
Meningkatkan peran serta klien dalam asuhan keperawatan klien.
4. Implementasi Keperawatan
a. Pengertian
Implementasi keperawatan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 2000, dalam Potter &
Perry, 2001).
b.` Hal-hal
yang perlu diperhatikan perawat dalam implementasi keperawatan adalah:
Pada tahap persiapan :
1)
Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan
professional pada diri.
2)
Memahami rencana keperawatan secara baik dan efek samping
serta komplikasi yang mungkin muncul.
3)
Penampilan harus menyakinkn dan Menguasai keterampilan
teknis keperawatan.
4)
Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan
dilakukan dan Mengetahui sumber daya yang diperlukan.
5)
Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam
pelayanan keperawatan
6)
Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk
mengukur keberhasilan.
5. Evaluasi
Keperawatan
a. Pengertian
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan
dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan (Nursalam, 2001).
b. Tujuan dari evaluasi antara lain :
1)
Untuk menentukan perkembangan kesehatan
klien.
2)
Untuk menilai efektifitas, efisiensi,
dan produktifitas dari tindakan yang diberikan.
3)
Untuk menilai pelaksanaan asuhan
keperawatan dan Mendapatkan umpan balik.
4)
Sebagai tanggung jawab/tanggunggugat
dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
C.
PENERAPAN
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI SECARA TEORI
1. Pengkajian Keperawatan
Meliputi identitas pasien : Umur, jenis
kelamin, alamat, agama, suku dan lain-lain.
a.
Riwayat Kesehatan :
1)
Keluhan Utama
pasien hipertensi biasanya ia
merasa sakit kepala.
2)
Riwayat penyakit sekarang
Klien dibawa ke rumah sakit kepala dan tegang pada
bagian leher.
3) Riwayat penyakit dahulu
riwayat hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes
melitus.
4)
Riwayat penyakit keluarga
pada
klien hipertensi biasa terdapat anggota keluarga yang mengidap juga (bersifat
menurun).
b. Pengkajian
dasar menurut Marilynn et al., (2000):
1)
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
: pada klien hipertensi terdapat juga kebiasaan untuk merokok, minum alcohol
dan penggunaan obat-obatan.
2) Aktivitas/
Istirahat
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup
monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan
irama jantung, takipnea.
3) Sirkulasi
Gejala
: Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan
penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan
jelas dari karotis, jugularis,radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular,
distensi vena jugularis,kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi
perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ bertunda.
4)
Integritas Ego
Gejala : Riwayat
perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple (hubungan, keuangan,
yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda : Letupan suasana hati,
gelisah, penyempitan continue perhatian,tangisan meledak, otot muka tegang,
pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
5)
Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini
atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa yang lalu).
6)
Makanan/cairan
Gejala : Makanan yang disukai yang
mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol, mual, muntah dan
perubahan BB akhir akhir ini(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic.
Tanda : Berat badan normal atau
obesitas,, adanya edema, glikosuria.
7) Neurosensori
Gejala
: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala, gangguan penglihatan
(diplobia, penglihatan kabur, epistakis).
Tanda :
Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara.
8)
Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala : Angina (penyakit arteri
koroner/keterlibatan jantung), sakit kepala.
9)
Pernafasan
Gejala : Dispnea yang berkaitan
dari ativitas/kerja, takipnea, ortopnea, dispnea, batuk dengan/tanpa
pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda : Distress pernafasan/penggunaan otot
aksesori pernafasan bunyi nafas
tambahan (krakties/mengi), sianosis.
Gambar 2.1 Penyimpangan Konsep Dasar Manusia
Umur
|
Jenis
kelamin
|
Gaya
hidup
|
Asuhan gizi lebih
|
Elastisitas meningkat
,
arteriosklerosis
|
vasokontriksi
|
hipertensi
|
Pembuluh darah
|
jantung
|
otak
|
Curah
jantung menurun
|
vasokontriksi
|
Tekanan vaskular di otak meningkata
|
Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan jaringan
|
Afterload meningkat
|
fatique
|
Nyeri kepala
|
Penurunan
curah jantung
|
Intoleransi
aktifitas
|
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang
muncul berdasarkan penyimpangan
Konsep Dasar Manusia (KDM) yaitu :
a.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokontriksi, iskemia miokard, hipertropi ventrikular
b.
Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler serebral.
c.
Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d.
Koping
individual inefektif berhubungan dengan metode koping tidak efektif.
3.
INTERVENSI KEPERAWATAN
a.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokontriksi, iskemia miokard, hipertropi ventrikular Tujuan : tidak
terjadi penurunan curah jantung
Kriteria hasil : berpartisipasi
dalam aktivitas menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah dalam
rentang yang dapat diterima.
Intervensi Mandiri :
1)
Observasi tekanan darah
Rasional : Perbandingan dari tekanan
memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/ bidang masalah
vaskuler.
2)
Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan
ferifer.
Rasional : (Denyutan karotis,
jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati/ palpasi. Denyutan pada tungkai
mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi (peningkatan SVR) dan
kongesti vena).
3)
Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasional : S4 umum terdengar pada
pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan
hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder
terhadap terjadinya atau gagal jantung kronik.
4)
Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa
pengisian kapiler.
Rasional : Warna pucat,
dingin,kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat mencerminkan
dekompensasi/ penurunan curah jantung.
5)
Catat adanya edema umum/ tertentu.
Rasional : Dapat mengidentifikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal
atau vaskuler.
6)
Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi
aktivitas/ keributan lingkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
Rasional : Membantu untuk menurunkan ransangan simpatis,
meningkatkan relasasi.
7)
Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi dan
distraksi.
Rasional : Dapat menurunkan ransangan yang
menimbulkan stress, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan
darah.
Intervensi Kolaboratif :
1)
Berikan terapi antihipertensi, diuretik.
Rasional : menurunkan tekanan darah.
2)
Berikan
pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi.
Rasional : dapat menangani retensi cairan dengan
respon hipertensif, dengan demikian menurunkan beban kerja jantung.
b.
Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler serebral.
Tujuan : Tekanan Vaskuler
serebral tidak meningkat
Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan tidak
adanya sakit kepala atau sakit kepala terkontrol.
Intervensi
Mandiri:
1)
Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang,
sedikit penerangan
Rasional : Stres mental/ emosi
meningkatkan kerja miokard.
2)
Minimalkan ganguan lingkungan dan ransangan
Rasional : lingkungan yang tidak
nyaman dapat menyebabkan stres mental/ emosi
3)
Hindari merokok atau penggunaan nikotin
Rasional : Efek nikotin adalah stimulasi saraf simpatis dan pelepasan
katekolamin
yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah.
4)
Beri tidakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit
kepala misalnya kompres dingin.
Rasional : Tindakan
yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dan memperlambat atau memblok respon
simpatis, efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya
Intervensi Kolaboratif:
1)
Berikan obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas
(lorazepam, ativan, diazepam, valium)
Rasional : Menurunkan
atau mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang sistim saraf
simpatis.
c.
Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan
insufisiensi oksigen sekunder akibat penurunan curah jantung ditandai dengan
kelelahan dan kelemahan.
Tujuan : Aktifitas pasien
terpenuhi
Riteria hasil : Klien dapat
berpartisipasi dalam aktifitas yang di inginkan/ diperlukan melaporkan
peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi Mandiri:
1)
Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatian
frekuensi nadi lebih dari 20 kali per menit di atas frekuensi istirahat
peningkatan tekanan darah yang nyata selama/ sesudah aktivitas(tekanan sistolik
meningkat 40 mmHg atau tekanan diastolik meningkat 20 mmHg); dispnea atau nyeri
dada; keletihan dan kelemahan yang berlebihan; diaforesis; pusing atau pingsan.
Rasional : Menyebut parameter
membantu dalam mengkaji respon fisiologis terhadap stres aktivitas dan bila ada
merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat
aktivitas.
2)
Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energi
misalnya menggunakan kursi saat mandi, duduk saat menyisir rambut, melakukan
aktivitas dengan perlahan.
Rasional : Teknik menghemat energi
mengurangi penggunaan energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen.
3)
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/ perawatan
diri berharap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : kemajuan aktivitas
bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba. Memberikan bantuan hanya
sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam melakukan aktivitas.
d.
Koping
individual inefektif berhubungan dengan metode koping tidak efektif
Tujuan
: koping individu efektif
Kriteria hasil : mendemonstrasikan penggunaan
keterampilan/ metode koping efektif.
Intervensi
:
1)
Kaji
keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, misalnya kemampuan
menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana
pengobatan.
Rasional : mekanisme
adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang, mengatasi hipertensi kronik,
dan mengintegrasikan terapi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari.
2)
Catat
laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan kosentrasi, peka
ransang, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk mengatasi/
menyelesaikan masalah.
Rasional : manifestasi
mekanisme koping maladaptif mungkin merupakan indikator marah yang ditekan dan
diketahui telah menjadi penentu utama tekanan darah diastolik.
3)
Bantu
pasien untuk mengidentifikasi stresor spesifik dan kemungkinan strategi untuk
mengatasinya.
Rasional : pengenalan
terhadap stresor adalah langkah pertama dalam mengubah respon seseorang
terhadap stresor.
4)
Libatkan
pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam
rencana pengobatan
Rasional : keterlibatan
memberikan pasien perasaan kontrol diri yang berkelanjutan, memperbaiki keterampilan
koping, dan dapat meningkatkan kerja sama dalam regimen terapeutik.
5)
Dorong
pasien untuk mengevaluasi prioritas/ tujuan hidup.
Rasional : fokus
perhatian pasien pada realitas situasi yang ada relatif terhadap pandangan
pasien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras, kebutuhan untuk
“kontrol” dan fokus keluar dapat mengarah pada kurang perhatian pada
kebutuhan-kebutuhan personal.
6)
Bantu
pasien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan hidup yang
perlu. Bantu untuk menyesuaikan, ketimbang membatalkan tujuan diri/keluarga.
Rasional : perubahan
yang perlu harus diprioritaskan secara realistik untuk menghindari rasa tidak
menentu dan tidak berdaya.
4.
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanan tindakan pelaksanaan yang
dilakukan pada klien disesuaikan dengan prioritas masalah yang telah disusun.
Yang paling penting pelaksanaan mengacu pada intervensi yang telah ditentukan
dengan maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal.
5.
EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi pada klien dengan penyakit hipertensi
adalah tidak adanya progresi kerusakan organ, aktifitas mandiri, kekuatan otot
utuh, TTV dalam batas normal, menunjukan pola koping yang efektif.