BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Hipospadia berasal dari bahasa yunani,
yaitu Hypo (bawah) dan Spaden (keratan yang panjang). Hipospadia adalah suatu
kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak dibagian bawah dekat pangkal
penis (Ngastiyah, 2005 : 288). Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai
tingkat defisiensi uretra. Jaringan fibrosis yang menyebabkan chordee
menggantikan fescia bucks dan tunika dartos. Kulit dan preputium pada bagian
ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan membentuk kerudung dorsal diatas
glans (Duckett, 1986, Mc Aninch, 1992).
Berdasarkan
data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000 menurut kelompok umur dan jenis
kelamin usia 0–4 tahun yaitu 10.295.701 anak yang menderita hipospadia dan
sekitar 29 ribu anak memerlukan penanganan repair hipospadia. Di sulawesi
Tengah menurut data dinas kesehatan tahun 2011 terdapat 760 anak menderita
hipospadia 210 anak diantaranya terdapat di kabupaten Banggai.
Penyebab
dari hipospadia ini sangat multifaktor antara lain disebabkan oleh gangguan dan
ketidak seimbangan hormon, genetika, dan lingkungan. Gangguan hormon yang
dimaksud adalah hormon androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria).
Sedangkan dari faktor genetika, dapat terjadi karena gagalnya sintesis androgen
sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Dan untuk faktor lingkungan
adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan
mutasi.
Penatalaksanaan
hipospadia pada bayi dan anak dilakukan dengan prosedur pembedahan. Tujuan
utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan
meatus uretra ditempat yang normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan.
Umumnya di Indonesia banyak terjadi kasus hipospadia karena kurangnya
pengetahuan para bidan saat menangani kelahiran karena seharusnya anak yang
lahir itu laki-laki namun karena melihat lubang kencingnya dibawah maka
dibilang anak itu perempuan. Para orang tua hendaknya menghindari faktor-faktor
yang dapat menyebabkan hipospadia dan mendeteksi secara dini kelainan pada anak
mereka sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat.
B. Rumusan
masalah
Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah ‘’Bagaimanakah penerapan Asuhan keperawatan pada Anak dengan diagnosa medis Hipospadia ?”
C. Tujuan
penelitian
a)
Tujuan umum
Perwat mampu memahami
dan dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan
hipospadia.
b)
Tujuan khusus
1. Untuk
mengetahui konsep dasar hipospadia.
2. Mampu
menyusun asuhan keperawatan yang tepat pada klien dengan kasus hipospadia.
D. Manfaat
penelitian
a.
Bagi Penulis
a)
Penulis dapat
memberikan asuhan keperawatan pada penderita hipospadia
b)
Menambah wawasan dan
pengetahuan dalam penyusunan karya tulis ilmiah
c)
Mengembangkan pola
pikir penulis dalam menerapkan teori dengan praktek dilahan, khususnya tentang hipospadia
b.
Bagi Instansi
Pendidikan
a)
Sebagai sumber
kepustakaan bagi mahasiswa
b)
Sebagai tolak ukur
dalam keberhasilan proses belajar mengajar
c)
Sebagai masukkan bagi
institusi pendidikan tentang permasalahan yang timbul dan penanganannya.
c.
Bagi Rumah Sakit
Dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan penanganan hipospadia pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep
dasar Hipospadia
a.
Pengertian
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan
congenital dimana meatus uretra externa terletak di permukaan ventral penis dan
lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer,
2000 : 374). Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan
uretra penis pada kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan
orifisium uretra tertinggal disuatu tempat dibagian ventral penis antara
skrotum dan glans penis. (A.H Markum, 1991 : 257). Hipospadia adalah suatu
kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat
pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288). Hipospadia adalah keadaan dimana uretra
bermuara pada suatu tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan
pada perineum ( daerah antara kemaluan dan anus ). ( Davis Hull, 1994 ). Hipospadia
adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan
mudah untuk mendiagnosanya, hanya pengelolaannya harus dilakukan oleh mereka
yang betul - betul ahli supaya mendapatkan hasil yang memuaskan.
b.
Etiologi
Penyebab
sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab
pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap
paling berpengaruh antara lain :
a)
Gangguan dan ketidak seimbangan hormon
Hormon yang dimaksud disini adalah hormon
androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa juga karena
reseptor hormon androgennya sendiri didalam tubuh yang kurang atau tidak ada.
Sehingga walaupun hormon androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetap saja
tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enjim yang berperan
dalam sintetis hormon androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
b)
Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi
karena mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga
ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
c)
Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat
yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
c.
Patofisiologi
Fusi dari garis tengah dari lipatan
uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka pada sisi penis.
Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan yaitu sedikit
pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis, hingga akhirnya
diperineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai topi yang
menutup sisi dorsal dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai
chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan) ventral dari
penis.
d.
Manifestasi klinis
a) Glans penis
bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra
eksternus.
b) Preputium
(kulup) tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
c) Adanya
chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga
ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
d) Kulit penis
bagian bawah sangat tipis.
e) Tunika
dartos, fasia Buch dan korpus spongiosum tidak ada.
f) Dapat timbul
tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
g) Chordee
dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
h) Sering
disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
i) Kadang
disertai kelainan kongenital pada ginjal.
e.
Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan
letak orifisium uretra eksternum/ meatus :
a)
Tipe sederhana/ Tipe anterior
Terletak di anterior yang
terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus terletak pada
pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan
tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan
dilatasi atau meatotomi.
b)
Tipe penil/ Tipe Middle
Middle yang terdiri dari distal
penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini, meatus terletak
antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan penyerta,
yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat
melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini,
diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian
ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi
karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.
c)
Tipe Posterior
Posterior
yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan
penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra
terbuka lebar dan umumnya testis tidak turun.
f.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik berupa
pemeriksaan fisik. Jarang dilakukan pemeriksaan tambahan untuk mendukung
diagnosis hipospadi. Tetapi dapat dilakukan pemeriksaan ginjal seperti USG
mengingat hipospadi sering disertai kelainan pada ginjal.
g.
Tindakan Pembedahan
Tujuan
pembedahan :
a) Membuat
normal fungsi perkemihan dan fungsi sosial, serta
b) Perbaikan
untuk kosmetik pada penis.
Ada banyak variasi teknik, yang
populer adalah tunneling Sidiq-Chaula, Teknik Horton dan Devine.
1. Teknik
tunneling Sidiq-Chaula dilakukan operasi 2 tahap:
1). Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa
sekaligus dibuatkan terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada
usia 1 ½ -2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat yang
abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium bagian dorsal dan kulit
penis
2). Tahap kedua dilakukan uretroplasti, 6 bulan pasca
operasi, saat parut sudah lunak. Dibuat insisi paralel pada tiap sisi uretra
(saluran kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah.
Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit preputium
dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan pada garis tengah.
Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan harapan bekas luka operasi
pertama telah matang.
2. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap,
dilakukan pada anak lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan
kelainan hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra
dibuat dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan
pedikel (kaki) kemudian dipindah ke bawah.Mengingat pentingnya preputium untuk
bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya tindakan penyunatan ditunda
dan dilakukan berbarengan dengan operasi hipospadi.
h.
Komplikasi
Komplikasi dari hypospadia
yaitu Infertility, Resiko hernia inguinalis,Gangguan psikososial.
i.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipospadia
adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah
membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee, membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung
penis (Uretroplasti), untuk mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna
(kosmetik), pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada
hipospadia glanular uretra distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa
recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal
(misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI (meatal advance and glanuloplasty), termasuk preputium plasty).
j.
Prognosis
Dengan perbaikan pada prosedur anastesi, alat jahitan, balutan, dan
antibiotik yang ada sekarang, operasi hipospadia telah menjadi operasi yang
cukup sukses dilakukan. Hasil yang fungsional dari koreksi hipospadia secara
keseluruhan sukses diperoleh, insidens fistula atau stenosis berkurang, dan
lama perawatan rumah sakit serta prognosis juga lebih baik untuk perbaikan
hipospadia.
B. Konsep
dasar manajemen keperawatan
Proses
keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik
keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang
memerlukan ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan klien/ keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap
yang sequensial dan berhubungan : pengkajian, diagnosis, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi (Nursalam, 2001; 2).
Proses
keperawatan adalah satu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memungkinkan
seorang perawat untuk mengorganisir dan memberikan asuhan keperawatan. Proses
keperawatan merupakan suatu elemen dari pemikiran Kritis yang memperbolehkan
perawat untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan yang didasarkan atas
pertimbangan. Suatu proses adalah satu rangkaian dari langkah-langkah atau
komponen-komponen petunjuk / penentu untuk mencapai tujuan. Tiga karakteristik
dari suatu proses adalah Purpose, Organization dan Creativity (Bevis,1978).
“Purpose” adalah tujuan atau maksud yang spesifik dari proses. Proses keperawatan
digunakan untuk mendiagnosa dan merawat respon manusia pada kondisi sehat dan
sakit. (American Nurses Association,1980). “Organization” adalah tahapan atau
langkah-langkah atau komponen-komponen yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
Proses keperawatan mengandung 5 langkah : Pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. “Creativity” adalah pengembangan lanjut
dari proses itu. Proses keperawatan dinamis dan berlanjut terus menerus. (
Potter Perry, 1997 : 103 )
Asuhan Keperawatan
adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan,
rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini,
profesi keperawatan telah mengidentifikasikan proses pemecahan masalah yang
menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen
yang paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode
ilmiah.(Doenges, 1999 ; dikutip dari Shore,1998).
Dalam melakukan
asuhan keperawatan terdapat beberapa langkah yang harus ditempuh. Adapun
langkah tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Pengkajian
Merupakan
tahapan awal dari proses keperawatan yang merupakan dasar dari kegiatan
selanjutnya, yang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sistematis dalam
mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan klien
sesuai dengan masalah yang ada.
Tahap
pengkajian adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta mempelajari cacatan lain tentang
status kesehatan klien.
Dalam tahap
ini akan dikumpulkan identitas klien, riwayat kesehatan, riwayat kesehatan
keluarga, riwayat psikososial, pola-pola fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.
a)
Riwayat kesehatan meliputi riwayat
penyakit dahulu yang terdiri dari riwayat masuk rumah sakit, penyakit yang
diderita, riwayat alergi dan obat-obatan yang sering digunakan. Riwayat
penyakit sekarang meliputi keluhan utama dari klien seperti sesak, batuk,
demam, nyeri abdomen, berkeringat serta sejak kapan gejala-gejala tersebut
timbul.
b)
Riwayat keluarga meliputi penyakit
yang pernah diderita anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan
kondisi klien, riwayat penyakit keturunan seperti asma, DM, penyakit jantung
dan genogram keluarga klien.
c)
Riwayat psikososial menyatakan
tingkat perasaan/ emosi klien dan keberadaan klien dalam keluarga.
d)
Pada pola-pola fungsi kesehatan
meliputi keadaan nutrisi seperti adanya alergi terhadap makanan, berat badan
tidak sesuai dengan tinggi badan, apakah ada muntah, mual dan nyeri abdomen.
Pola eliminasi seperti kesulitan miksi dan frekuensinya. Pola tidur yang
meliputi lamanya tidur, apakah susah tidur akibat sesak. Pola aktifitas seperti
sesak waktu beraktifitas.
b.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok di mana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Carpenito, 2000; 53).
a)
Tujuan diagnosa keperawatan adalah untuk mengidentifikasi :
1.
Masalah
dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit.
2.
Faktor-faktor yang menunjang atau
menyebabkan suatu masalah.
3.
Kemampuan klien untuk mencegah atau
menyelesaikan masalah.
b) Langkah-langkah dalam diagnosa
keperawatan dapat dibedakan menjadi :
1. Klasifikasi dan analisa data
2. Interpretasi data
3. Validasi data
4. Perumusan diagnosa keperawatan (Nursalam,
2001; 36)
Diagnosa keperawatan dapat dibedakan
menjadi 5 kategori: aktual, resiko, kemungkinan, keperawatan wellnes,
keperawatan sindrom. (Carpenito, 2000; 55)
c)
Perencanaan
Perencanaan
merupakan pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, mengoreksi,
masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini
dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana
dokumentasi.
Ada beberapa
komponen yang perlu diperhatikan dalam langkah-langkah penyusunan perencanaan
yaitu : menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana
tindakan dan dokumentasi. (Nursalam, 2001; 41)
Untuk menentukan prioritas ada dua
hirarki yang dapat digunakan yaitu :
1.
Hirarki “Maslow”, membagi kebutuhan dalam
lima tahap yaitu : kebutuhan fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga
diri dan aktualisasi.
1) Kebutuhan
fisiologis (physiological need)
yang merupakan kebutuhan pokok utama.
Misalnya : udara segar
O2, air (H2O), cairan elektrolit, makan dan seks.
2) Kebutuhan akan
rasa aman (safety need)
Misalnya : rasa aman
terhindar dari penyakit, gangguan pencurian, perlindungan hukum.
3) Kebutuhan
mencintai dan dicintai (love need)
Misalnya :
mendambakan kasih sayang, ingin dicintai/diterima oleh kelompok.
4) Kebutuhan
harga diri (esteem need)
Misalnya :
ingin dihargai/ menghargai : adanya respek dari orang lain, toleransi dalam
hidup berdampingan.
5) Kebutuhan
aktualisasi diri (elf actualization
needs)
Misalnya :
ingin diakui/ dipuja, ingin berhasil, ingin lebih menonjol lebih dari orang
lain.
2.
Hiraki “Kalish”, menjelaskan
kebutuhan Maslow lebih mendalam dengan membagi kebutuhan fisiologi menjadi
kebutuhan untuk bertahan hidup dan stimulasi (Nursalam, 2001; 42).
d)
Pelaksanaan
Pelaksanaan
tindakan perawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. (Iyer, et.al, 1996; dikutip dari Nursalam, 2001; 53)
Tahap ini merupakan tahap keempat dalam
proses keperawatan, oleh karena itu pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan dirumuskan dan mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat
urgen, urgen dan tidak urgen (non urgen).
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga
tahapan yang harus dilalui yaitu: persiapan, perencanaan dan pendokumentasian.
(Griffith, 1986; dikutip dari Nursalam, 2001; 53).
1.
Fase Persiapan meliputi :
1)
Review antisipasi tindakan keperawatan
2) Menganalisa pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan
3) Mengetahui komplikasi
yang mungkin timbul
4) Persiapan alat
(resources)
5)
Persiapan lingkungan yang kondusif
6)
Mengidentifikasi aspek hukum dan etik
2.
Fase Intervensi terdiri atas :
1)
Independen : tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah
dokter atau tim kesehatan lainnya.
2)
Interdependen : tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan kesehatan
lainnya (gizi, dokter, laboratorium dan lain-lain).
3)
Dependen : berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan
medis dilakukan.
3.
Fase Dokumentasi
Merupakan
suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan. Dalam
pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan Asma Bronkial,
perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pemberi support,
pendidik, advokasi, konselor dan pencatat/ penghimpun data.
e)
Evaluasi
Evaluasi
merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang digunakan sebagai alat
untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung
terus menerus yang diarahkan pada pencapaian tujuan yang diinginkan.
Ada empat
yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu :
1. Masalah teratasi seluruhnya.
2. Masalah teratasi sebagian.
3. Masalah tidak teratasi.
4. Timbul masalah baru.
Evaluasi
adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. (Ignatavicius dan Bayne, 1994; dikutip dari Nursalam, 2001;
71).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan
umpan balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan
keperawatan melalui hasil perbandingan melalui standar yang telah ditentukan
sebelumnya.
C. Asuhan
keperawatan teoritis hipospadia
a.
Pengkajian
a)
Kaji biodata pasien
b)
Kaji keluhan utama
c)
Kaji riwayat kesehatan
d)
Kaji riwayat pengobatan ibu
waktu hamil
b. Pemeriksaan
fisik
a)
Pemeriksaan genetalia
b)
Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria
atau pembesaran pada ginjal.
c)
Kaji fungsi perkemihan
d)
Adanya lekukan pada ujung penis
e)
Melengkungnya penis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
f)
Terbukanya uretra pada ventral
g)
Pengkajian setelah pembedahan : pembengkakan penis,
perdarahan, dysuria, drinage.
c. Mental
a)
Sikap pasien sewaktu diperiksa
b)
Sikap pasien dengan adanya rencana pembedahan
c)
Tingkat kecemasan
d)
Tingkat pengetahuan keluarga dan pasien
d. Diagnosa Keperawatan
a)
Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan
diagnosa, prosedur pembedahan dan perawatan setelah operasi.
b)
Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter.
c)
Nyeri berhubungan dengan pembedahan
d)
Kecemasan orang tua berhubungan dengan prosedur pembedahan
e)
Risiko injuri berhubungan dengan pemasangan kateter
atau pengangkatan kateter
e. Intervensi
a)
Diagnosa 1 dan 4
Tujuan : memberikan pengajaran dan
penjelasan pada orang tua sebelum operasi tentang prosedur pembedahan,
perawatan setelah operasi, pengukuran tanda-tanda vital, dan pemasangan
kateter.
1). Kaji tingkat pemahaman orang
tua.
2). Gunakan
gambar-gambar atau boneka untuk menjelaskan prosedur, pemasangan kateter
menetap, mempertahankan kateter, dan perawatan kateter, pengosongan kantong
urin, keamanan kateter, monitor urine, warna dan kejernihan, dan perdarahan.
3). Jelaskan tentang pengobatan yang
diberikan, efek samping dan dosis serta waktu pemberian.
4). Ajarkan untuk ekspresi perasaan
dan perhatian tentang kelainan pada penis.
5). Ajarkan orang tua untuk
berpartisipasi dalam perawatan sebelum dan sesudah operasi (pre dan post)
b)
Diagnosa 2
Tujuan :
mencegah infeksi
1.
Pemberian air minum yang adekuat
2.
Monitor intake dan output (pemasukan dan pengeluaran)
3.
Kaji gaya gravitasi urine atau berat jenis urine
4.
Monitor tanda-tanda vital
5.
Kaji urine, drainage, purulen, bau, warna
6.
Gunakan teknik aseptik untuk perawatan kateter
7.
Pemberian antibiotik sesuai program
c)
Diagnosa 3
Tujuan :
meningkatkan rasa nyaman
1.
Pemberian analgetik sesuai program
2.
Perhtikan setiap saat yaitu posisi kateter tetap atau
tidak
3.
Monitor adanya “kink-kink” (tekukan pada kateter) atau
kemacetan
4.
Pengaturan posisi tidur anak sesuai kebutuhannya
d)
Diagnosa 5
Tujuan :
mencegah injuri
1.
Pastikan kateter pada anak terbalut dengan benar dan
tidak lepas
2.
Gunakan “restrain” atau pengaman yang tepat pada saat
anak tidur atau gelisah.
3.
Hindari alat-alat tenun atau yang lainnya yang dapat
mengkontaminasi kateter dan penis.
f. Perencanaan
pemulangan
a)
Ajarkan tentang perawatan kateter dan pencegahan
infeksi dengan disimulasikan.
b)
Jelaskan tanda dan gejala infeksi saluran kemih dan
lapor segera ke dokter atau perawat.
c)
Jelaskan pemberian obat antibiotik dan tekankan untuk
kontrol ulang (follow up).
g. Kerangka
pikir
PENGKAJIAN
|
DIAGNOSA
|
PERENCANAN
|
IMPLEMENTASI
|
ASUHAN
KEPERAWATAN PENYAKIT HIPOSPADIA
|
EVALUASI
|
KETERANGAN
|
VARIABEL
YANG DITELITI
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Metode
Penelitian
Jenis penelitian deskriptif dengan
pendekatan studi kasus yaitu mengeksplorasi secara mendalam dan spesifik
tentang kejadian tertentu dengan mengangkat satu kasus yang diteliti sebagai
asuhan keperawatan pada klien dengan Hipospadia.
B. Lokasi
dan waktu pengambilan kasus
1. Lokasi
penelitian
Dalam penyusunan karya
tulis ilmiah ini penulis melakukan askep pada anak dengan Hipospadia dari Ruang
Anak RSUD Luwuk Kab. Banggai.
2. Waktu
Penelitian
Penulisan studi kasus
ini dibuat dari mulai tanggal 6 Juni 2012 s.d tanggal 19 juni 2012.
C. Variabel
Penelitian dan Definisi Operasional
1. Pengertian
Variabel menurut teori
Variabel adalah kejadian, fenomena,
faktor yang bervariasi atau yang mempunyai nilai yang berbeda (dapat diukur).
Karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke subyek yang
lain.
2. Definisi
Operasional kasus yang di teliti
a.
Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien.
b.
Menganalisa data
Menganalisa data adalah kemampuan kognitif dalam pengembangan
daya pikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan
pengetahuan, pengalaman dan pengertian keperawatan.
c.
Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah keputusan
klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah
kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat.
d.
Intervensi
Intervensi keperawatan adalah petunjuk
tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang akan
dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa
keperawatan.
e.
Implementasi
Implementasi keperawatan atau tindakan
adalah pelaksanaan dari rencana keperawatan yang telah ditentukan, dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal dan merupakan pengelolaan
dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan asuhan keperawatan.
f.
Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual
untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai.
g.
Pendokumentasian SOAP
Definisi : Hipospadia
adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa terletak
di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal
(ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
Alat ukur : Format
pengkajian
Cara ukur : Observasi
langsung, wawancara, dan rekam medik.
D. Teknik
Pengumpulan Data
Dalam penyusunan penelitian ini untuk
memperoleh data dan bahan lainnya penulis menggunakan beberapa metode yaitu :
a. Data
primer (data yang di ambil langsung pada pasien)
Data primer adalah data yang diperoleh melalui
observasi langsung dari responden dengan cara : wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.
1.
Wawancara / interview
Wawancara adalah
tanya jawab antara peneliti dan pihak-pihak yang terlibat seperti klien dan tim
kesehatan lainnya seperti dokter, perawat, bidan untuk memperoleh data yang
dibutuhkan.
2.
Observasi
Adalah
pengamatan secara cermat untuk mengetahui secara langsung keadaan pasien dengan
kasus Hipospadia.
3.
Pemeriksaan fisik
a)
Pemeriksaan fisik umum
Pengkajian
secara menyeluruh meliputi pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi.
b)
Pemeriksaan fisik khusus
Berhubungan
dengan pemeriksaan yang berindikasi kasus Hipospadia.
4.
Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan
X-ray)
b.
Data sekunder
Data sekunder
adalah data yang diperoleh melalui catatan ruangan Anak dan rekam medik Rumah
sakit.
E. Pengolahan
data Penyajian data
Pengolahan data menggunakan metode
pendekatan manajemen asuhan keperawatan untuk membantu pemecahan masalah klien
melalui 5 langkah yang didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
DAFTAR
PUSTAKA
McCloskey, Joanne C.
(1996). Nursing interventions classification (NIC). Mosby
Johnson, Marion dkk.
(2000). Nursing outcomes classification (NOC). Mosby
http://photos1.blogger.com/blogger/4603/1833/1600/op.jpg
http://ners-blog.blogspot.com/2011/03/hipospadia.html
http://ners-blog.blogspot.com/2011/03/hipospadia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar